Minggu, 14 April 2013

metafisika dan aksiologi


BAB I
PENDAHULUAN
            Studi tentang Filsafat Umum tentunya banyak sekali cabang-cabang kajian di dalamnya yang mencakup sagala aspekyang ada di kehidupan kita salah satu cabang ilmu filsafat umum adalah Metafisika dan Aksiologi yang akan dibahas dalam makalah kelompok kami ini. Disini kami mencoba mengkaji lebih dalam lagi tentang Metafisika dan Aksiologi menurut para-para ahli terkemuka dari para filosof-filosof dunia, tentunya juga kami mengambil difinisi-definisi ini dari Ensyclopedia yang sekaligus mencakup sedikit penjelasan mendalam tentang Metafisika dan Aksiologi tersebut.
            Pada perinsipnya dalam makalah kami ini akan membahas tentang bagaimana kualitas cara berfikir manusia menurut ilmu filsafat dan metode-metode apa saja yang akan di pakai oleh umat manusia dalam berpikir secara filsafat tentunya dengan menggunakan metode-metode dari pembelajaran makalah kami ini yaitu Metafisika dan Aksiologi sehingga dapat dan mampu memberikan sebuah realitas yang dijangkau oleh persepsi dan pikiran kita. Disamping itu juga kami menampilkan beberapa perbedaan pendapat antar pemikir-pemikir atau filsuf mengenai metafisika dan aksiologi.
            Terkhusus bagi ilmu aksiologi dalam ilmu ini tentu terdapat beberapa teori yang memaparkan tentang permasalahan utama mengenai subtansi nilai yang banyak mengacu pada permasalahan-permasalahan etika dan estetika. Tapi dalam pembahasan makalah ini kami membuat dasar-dasar dari katagori aksiologi dan memberikan beberapa pendekatan-pendekatan dalam menjangkau etika tadi agar kita sampai pada sebuah kebenaran yang membuat kita lebih yakin pada sebuah disiplin ilmu pengetahuan.


BAB II
METAFISIKA DAN AKSIOLOGI
A.    Metafisika
Apakah metafisika itu mungkin ? jawaban atas pertanyaan ini negatif tidak mungkin. Alasan-alasannya di dasarkan atas cirri-ciri yang agak ganjil bagi pengetauhan kita. pengetauhan itu di tentukan oleh ruang dan waktu . karna dunia itu terdiri dari dua faktor, yakni benda-benda dan perubahannya. Jadi ruang dan waktu bukanlah realitas objektif. Ruang dan waktu hanyalah pemahamman kita atas realitas. Itu berarti bahwa ruang dan waktu itu subjektif. Metafisika, jika ia adalah usaha untuk memahami realitas terakhir, yakni noumena, adalah mustahil konklusi Kant, lalu adalah ”Menarik diri” dari masalah-masalah metafisika.
Jadi ruang adalah suatu ”Penampakan yang dinamis”. Sebuah usaha memunculkan tesis ini juga oleh Ilraqi, menurutnya ada tiga jenis ruang-ruang benda-benda materi, ruang wujud-wujud immateri, dan ruang Tuhan. Instuisi masuk dalam diri kita sebagai sebuah realitas yang dijangkau bukan oleh persepsi dan pikiran. Berikut ini adalah ciri-cirinya:  
1.      Metafisika adalah suatu pengalaman singkat (immediate experience) tentang yang nyata. Pengalaman singkat ini bentuknya menyerupai persepsi. Realitas mutlak dan pngalaman melalui instuisi dapat di pahami secara langsung.
2.      Metafisika adalah milik khas hati. Ia bukan milik akal atau intelek. Akal atau intelek hanya menjangkau dunia fenomena,yakni  aspek realitas yang tampak dalam persepsi indrawi. Hati membawa kita berhubungan dengan aspek realitas, bukan membuka persepsi indrawi.
3.      Metafisika adalah keseluruhan yang tak teranalisa.di dalam intuisi itu adalah keseluruhan realitas yang berada dalam satu kesatuan yang tak terbagi.
4.      Selanjutnya, melalui intuisi, ”kesatuan yang tak terurai” ini menyatakan diri sebagai sebuah diri yang unik. Diri yang unik ini bersifat transenden dari diri kita. ia seperti sesuatu “di atas sana“ yang selalu di luar jangkauan kita.
5.      Kegiatan intuisi, karna ia menerima realitas sebagai keseluruhan,memunculkan arti bahwa “waktu serial”  adalah tidak nyata. Intuisi pada dasarnya berarti “simpati intelektual” tetapi simpati semata, dengan kata tegas , bukanlah intuisi.simpati tidak membantu kita dalam mencapai intuisi iabukanlah intuisi itu sendiri. Intuisi adalah “persepsi langsung” atas realitas.
Filsafat iqbal titik tekannya adalah filsafat diri. Diri merupakan awal sekaligus masalah dasar pemikiran iqbal. Dirilah yang memberi iqbal jalan menuju metafisik karna menurut iqbal intuisi diri yang membuat metafisik mungkin. Iqbal selalu menaruh perhatian akan akibat berbahaya dari pemikiran panteisme, karna dia sendiri pernah terpenggaruh oleh pemikiran tersebut di masa-masa awal pemikirannya. Argumennya melawan panteisme dapat di rangkum menjadi dua alasan : Pertama, Data indra dan tingkat persepsi pemikiran tidak dapat dianggap sebagai sesuatu yang tidak nyata. Kedua kekuatan pemikiran yang kokoh tersebut dari gurunnya Mctaggart yang menganggap realitas sebagai spirit.[1]
Diri adalah sebuah substansi yang tinggal tak terbagi dan kekal. Pengalaman-pengalaman selalu datang dan pergi tetapi substansi jiwa masih tetap sama selamanya. Tetapi definisi diri tersebut tidak memberikan kita petunjuk pada hakikatnya. Pertama diri merupakan entitas metafisik dan ia diasumsikan untuk menjelaskan pengalaman-pengalaman kita. kedua, kesatuan pengalaman yang didasarkan pada substansi jiwa secara sederhana tidak membuktikan ketidak terbagiannya maupun keabadiannya. Ketiga, teori tidak dapat menjelaskan fenomena psikologis dari kepribadian ganda. Jadi pemikir metafisik tidak menunjukan  apa pun juga tidak menunjukan hakikat diri.
Jika pemikiran dan tindakan secara kausalitas di tentukan,kita menunjuk pada dua kesimpulan, pertama bahwa proses pemikiran bukan proses keputusan, keputusan tidak benar maupun salah. Tidak juga ada pemikiran dan filsafat baru di muka bumi, seluruh pemikiran kita semata-mata di tentukan oleh pemikiran-pemikiran dan filsafat sebelumnya. Kedua, tindakan manusia, karna diatur dan ditantukan bagaimanapun juga tak dapat di benarkan untuk menuntut darinya standar-standar moralnya dan untuk memaksakan keputusan social dan politik. Dunia materi dunia luar itu ada. Ia ada dan nyata. Pandangan kita memperlihatkan realitas,sebuah realitas yang tidak dapat disangkal. Para ahli fisika berdasarkan pada penyidikan dari eksperimennya menyatakan bahwa hakikatnya adalah material. Materi itu terbuat dari bahan kecil, keras dan padat yang berada di dalam kehampaan yang di sebut ruang.substansi tersebut adalah atom-kecil, entitas fisik yang tak dapat dimasuki dan tidak dapat dibagi.benda-benda merupakan kumpulan dari atom-atom. Atom tak dapat di lihat tapi benar-benar ada. Dan selain atom bersifat tidak kekal Yang mutlak atau tuhan.
Alam semesta, adalah bagian dari sifat sebuah kehendak kreatif yang bebas. Kehendak merupakan dasar dari semua realitas. Ia pecah dan menggelembung dalam fenomena. Ia mewujudkan dirinya dalam segala realitas. Tak ada kekuatan dan dorongan dari belakang kehendak. Ia tidak tunduk pada hukum kekuatan apa pun karna kalau demikian ia menjadi tidak kreatif sama sekali.[2]
Masalah yang muncul adalah apa hubungan antara Ego tertinggi dengan Ego terbatas.hubungan ini dapat di gambarkan dengan tiga cara
1.      Ego tertinggi adalah realitas satu-satunya dan ego-ego terbatas terserap kedalamnya.ia tak mempunyai eksistensi yang terpisah dari Ego tertinggi dimana ia sendiri yang nyata.
2.      Ego tertinggi menarik ego-ego terbatas kedalam dirinya tanpa menghilangkan keberadaanya.
3.      Ego tertinggi mungkin bis dianggap terpisah dan mengatasi ego-ego terbatas.
Sikap yang pertama menghubungkan kepribadian dan keegoan dengan realitas tertinggi . hal tersebut sebuah kemajuan positif atas bentuk-bentuk pemikiran panteistis yang menganggap sifat Realitas Tertinggi sebagai sebuah karakter impersonal seperti cahaya, kekuatan, hidup, kehendak, pemikiran, akal dan lain-lain.
B.     Aksiologi
1.      Pengertian Aksiologi
Menurut bahasa Yunani, aksiologi berasal dari kata axios artinya nilai dan logos artinya teori atau ilmu. Jadi aksiologi adalah teori tentang nilai. Aksiologi bisa juga disebut sebagai the theory of value atau teori nilai. Berikut ini dijelaskan beberapa definisi aksiologi. Menurut Suriasumantri (1987:234) aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang di peroleh. Menurut Kamus Bahasa Indonesia (1995:19) aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai khususnya etika. Menurut Wibisono aksiologi adalah nilai-nilai sebagai tolak ukur kebenaran, etika dan moral sebagai dasar normatif penelitian dan penggalian, serta penerapan ilmu.
Jadi Aksiologi adalah bagian dari filsafat yang menaruh perhatian tentang baik dan buruk (good and bad), benar dan salah (right and wrong), serta tentang cara dan tujuan (means and and). Aksiologi mencoba merumuskan suatu teori yang konsisten untuk perilaku etis.[3]
Menurut Bramel Aksiologi terbagi tiga bagian :
1. Moral Conduct, yaitu tindakan moral, Bidang ini melahirkan disiplin khusus yaitu etika.
2. Estetic expression, yaitu ekspresi keindahan, bidang ini melahirkan keindahan
3. Socio-politcal life, yaitu kehidupan social politik, yang akan melahirkan filsafat social politik.
Dalam Encyslopedia of philosophy dijelaskan aksiologi disamakan dengan value and valuation :
1. Nilai digunakan sebagai kata benda abstrak, Dalam pengertian yang lebih sempit seperti baik, menarik dan bagus. Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas mencakup sebagai tambahan segala bentuk kewajiban, kebenaran dan kesucian.
2. Nilai sebagai kata benda konkret. Contohnya ketika kita berkata sebuah nilai atau nilai-nilai. Ia sering dipakai untuk merujuk kepada sesuatu yang bernilai, seperti nilainya atau nilai dia.
3. Nilai juga dipakai sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai, memberi nilai atau dinilai.
Dari definisi aksiologi di atas, terlihat dengan jelas bahwa permasalahan utama adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai.Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada masalah etika dan estetika.[4]
2.      Kategori Dasar Aksiologi
Terdapat dua kategori dasar aksiologi :
1. Objectivism, yaitu penilaian terhadap sesuatu yang dilakukan apa adanya sesuai keadaan objek yang dinilai.
2. Subjectivism, yaitu penilaian terhadap sesuatu dimana dalam proses penilaian terdapat unsur intuisi (perasaan).
Dari sini muncul empat pendekatan etika, yaitu :
1. Teori nilai intuitif
2. Teori nilai rasional
3. Teori nilai alamiah
4. Teori nilai emotif
Teori nilai intuitif dan teori nilai rasional beraliran obyectivis sedangkan teori nilai alamiah dan teori nilai emotif beraliran subyektivis.
1. Teori Nilai intuitif (The Intuitive theory of value)
Teori ini berpandangan bahwa sukar jika tidak bisa dikatakan mustahil untuk mendefinisikan suatu perangkat nilai yang absolut. Bagaimanapun juga suatu perangkat nilai yang absolute itu eksis dalam tatanan yang bersifat obyektif. Nilai ditemukan melalui intuisi karena ada tatanan moral yang bersifat baku. Mereka menegaskan bahwa nilai eksis sebagai piranti obyek atau menyatu dalam hubungan antar obyek, dan validitas dari nilai tidak bergantung pada eksistensi atau perilaku manusia. Sekali seseorang menemukan dan mengakui nilai tersebut melalui proses intuitif, ia berkewajiban untuk mengatur perilaku individual atau sosialnya selaras dengan preskripsi moralnya.
2. Teori nilai rasional (The rational theory of value)
Bagi mereka janganlah percaya padanilai yang bersifat obyektif dan murni independent dari manusia. Nilai tersebut ditemukan sebagai hasil dari penalaran manusia. Fakta bahwa seseorang melakukan suatu yang benar ketika ia tahu degan nalarnya bahwa itu benar, sebagai fakta bahwa hanyaorang jahat atu yang lalai ynag melakukan sesuatu berlawanan dengan kehendak atau wahyu tuhan. Jadi dengan nalar atau peran tuhan nilai ultimo, obyektif, absolut yang seharusnya mengarahkan perilakunya.
3. Teori nilai alamiah (The naturalistic theory of value)
Nilai menurutnya diciptakan manusia bersama dengan kebutuhan-kebutuhan dan hasrat-hasrat yang dialaminya. Nilai adalah produk biososial, artefak manusia, yang diciptakan , dipakai, diuji oleh individu dan masyarakat untuk melayani tujuan membimbing perilaku manusia. Pendekatan naturalis mencakup teori nilai instrumental dimana keputusan nilai tidak absolute tetapi bersifat relative. Nilai secara umum hakikatnya bersifat subyektif, bergantung pada kondisi manusia.
4. Teori nilai emotif (The emotive theory of value)
Jika tiga aliran sebelumnya menentukan konsep nilai dengan status kognitifnya, maka teori ini memandang bahwa konsep moral dan etika bukanlah keputusan factual tetapi hanya merupakan ekspresi emosi dan tingkah laku. Nilai tidak lebih dari suatu opini yang tidak bisa diverivikasi, sekalipun diakui bahwa penelitian menjadi bagian penting dari tindakan manusia.[5]
BAB III
KESIMPULAN
            Metafisika adalah milik khas hati. Ia bukan milik akal atau intelek. Akal atau intelek hanya menjangkau dunia fenomena, yakni  aspek realitas yang tampak dalam persepsi indrawi. Hati membawa kita berhubungan dengan aspek realitas, bukan membuka persepsi indrawi, banyak yang menjabarkan tentang metafika itu sendiri, tentu pemahaman yang banyak ini lebih bisa membuat kita untuk menyeleksi mana yang lebih sepemahaman dengan kita dalam memehami arti dan maksud dari metafisika, dan jika pemikiran dan tindakan secara kuasalitas ditentukan kita mengacu pada dua kesimpulan pertama: bahwa proses pemikiran bukan proses keputusan, keputusan tidak benar maupun salah, kedua tindakan manusia, karna diatur dan ditantukan bagaimanapun juga tak dapat di benarkan untuk menuntut darinyastandar-standar moralnya dan untuk memaksakan keputusan social dan politik. Dunia materi dunia luar itu ada. Ia ada dan nyata.
Sedagkan aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai khususnya etika. Jadi mempelajari metafisika dan aksiologi ini dapat kita dapat membuka persepsi tentang duniawi dan nilai-nilai dalam kehidupan khusunya nilai etika dalam berkehidupan. Dan jika aksiologi dipandang bagian dari pada filsafat maka ia menaruh perhatian tentang baik dan buruk (good and bad), benar dan salah (right and wrong), serta tentang cara dan tujuan. Terdapat dua katagori dasar aksiologi pertama objectivism, yaitu penilaian terhadap sesuatu yang dilakukan apa adanya sesuai keadaan objek yang dinilai dan subjectivism, yaitu penilaian terhadap sesuatu dimana dalam proses penilaian terdapat unsur intuisi (perasaan).
                                        

Daftar Pustaka
Enver  Hasan Ishrat, 2004, Metafisika Iqbal,  Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Depdiknas, 2003, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka,            
S. Suriasumantri, Jujun. 1996. Filsafat Ilmu sebuah pengantar Populer. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan
Poedjawijatna, Prof. Ir. 2004. Tahu dan Pengetahuan. Jakarta : Rineka Cipta.


[1] Hasan Ishrat Enver, Metafisika Iqbal (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), h. 13.
[2] Ibid., h. 14
[3] Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta : Balai Pustaka, 2003) h.7.
[4] Jujun Suriasumantri, Filsafat Ilmu sebuah pengantar Populer. (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan: 1996)h. 24
[5] Poedjawijatna, Tahu dan Pengetahuan.( Jakarta : Rineka Cipta. 2004)h. 18a

Tidak ada komentar:

Posting Komentar